Two is better than one


Lima tahun telah berlalu. Tidak terasa dua orang itu sudah saling mengenal selama itu. Dua orang itu adalah kuroo dan bokuto. Awalnya bermula saat kuroo dan bokuto bertemu di camp pelatihan yang diadakan oleh sekolah mereka. Pada waktu itu, kuroo iseng menghampiri bokuto yang tampak murung. Keduanya berkenalan dan kemudian berteman akrab sejak saat itu.

Kala itu kuroo dan bokuto memang seperti teman 'rumahan' yang sudah lama berteman. Keduanya menemukan kecocokan satu sama lain.

'Ketemu orang belum selama itu, tapi udah kaya ketemu temen lama'

Kuroo sendiri sering memikirkan hal itu diam-diam terkait hubungan pertemanannya dengan bokuto.

Pada waktu SMA, kuroo dan bokuto kerap menghabiskan waktu bersama. Mereka saling bertemu di luar agenda camp atau pada saat latihan tanding. Tak jarang juga bokuto dan kuroo bertemu sepulang sekolah untuk makan malam bersama. Bahkan setelah latihan tanding pun, bokuto menyempatkan diri untuk mengajak kuroo pulang bersama karena tempat tinggal mereka satu arah.

Awalnya mereka kerap bertemu di suatu titik yang telah mereka janjikan, namun lama-kelamaan kebiasaan itu menghilang. Itu semua beralih menjadi bokuto yang sengaja mampir ke Nekoma untuk menjemput kuroo. Begitu juga sebaliknya, kuroo yang mampir ke Fukurodani untuk menemui bokuto.

Warna seragam mereka sangat kontras, sehingga tentu saja sangat mencolok saat salah satunya berada di lingkungan sekolah masing-masing. Hal itu lah yang menyebabkan keduanya sering dibanjiri pertanyaan oleh teman-teman kelasnya.

Dari yang awalnya begitu-begitu saja, kemudian bokuto mulai untuk menginap di tempat kuroo. Apartment kuroo itu simple dan nyaman, tidak terlalu besar tapi cukup untuk dua orang bertubuh semampai untuk singgah. Bahkan cukup jika keduanya mau adu gulat dadakan di ruangan itu.

Agenda bokuto menginap hanya dilakukan sesekali, pada awalnya. Kemudian seiring waktu, berubah menjadi berulang kali. Bahkan menjadi rutinitas bagi mereka kalau bokuto akan menginap di tempat kuroo sekali seminggu, tepatnya pada sabtu malam. Mereka selalu melakukan ini hingga keduanya menginjak bangku kuliah, seperti saat ini.

Sabtu malam. Biasanya orang-orang menghabiskan waktu ini dengan pacarnya. Namun lain dengan bokuto dan kuroo. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktu berdua pada malam itu, entah itu untuk bermain games, menonton film bersama, atau hanya mengobrolkan sesuatu yang konyol. Begitulah malam minggu keduanya, yang diisi dengan bokuto yang menginap di tempat kuroo.

Hingga pada suatu malam saat bokuto singgah, kebetulan hujan deras mengguyur daerah tersebut. Sesekali hujan itu dibersamai dengan gemuruh dan kilat. Udaranya pun sangat dingin dan dapat membuat siapapun menggigil. Kebetulan juga pada saat itu penghangat ruangan milik kuroo sedang rusak sehingga tidak bisa bekerja optimal. Jadi mau tidak mau keduanya harus berdamai dengan rasa dingin.

Namun karena kuroo yang pada dasarnya tidak tahan dingin, ia merasa tidak sanggup lagi. Kuroo terlihat menggigil, pun bokuto yang berusaha menghangatkan diri yang akhirnya tidak berhasil. Kemudian bokuto menawarkan untuk berpelukan hingga mereka tertidur.

“Serius lo?”

“Ya iya. Buat sekali ini aja, gak masalah kan?”

“Aneh banget gak sih tapi?”

“Enggak lah..”

“Yaudah..”

Akhirnya kuroo menyetujui. Bokuto merengkuh kuroo agar masuk ke dalam pelukannya. Pada malam itu, keduanya saling menghangatkan dengan rengkuhan masing-masing. Pada malam itu juga, keduanya tidak tahu bahwa semua itu akan dimulai.

They didn't see it coming..


Di kesempatan lain —minggu-minggu berikutnya— bokuto kembali menginap di tempat kuroo. Sialnya, hari itu juga hujan seperti minggu yang lalu. Kasihan orang-orang yang sudah berencana pergi dengan pacarnya malam itu, digagalkan lagi oleh hujan yang derasnya tidak tanggung-tanggung. Meskipun begitu, hujan itu tidak menghalangi jalan bokuto untuk datang ke apartment kuroo. Bahkan ia berani menerjang hujan itu, layaknya menerjang badai. Tindakan yang bodoh, tapi bokuto rasanya tidak peduli. Yang penting ia ke tempat kuroo.

Malam itu suhu rendah kembali membuat keduanya kedinginan dan menggigil. Namun saat itu bokuto tidak terlihat terganggu akan hal tersebut, karena ia sudah terlanjur kedinginan di jalan. Jadi saat sampai ke apartment kuroo, ia malah merasa hangat karena perbedaan suhu di luar ruangan dan dalam ruangan, meskipun tidak signifikan.

Saat akan tidur pun begitu. Bokuto dengan santainya rebahan di samping kuroo tanpa menggunakan selimut. Lain halnya dengan kuroo yang masih berusaha menghangatkan diri dengan selimut dua lapis, yang nyatanya tidak berhasil. Hal itu malah membuat kuroo terlihat seperti cinnamon roll.

“Bo, is it okay if we do it like the last time?

Bokuto menaikkan satu alisnya, bingung dengan perkataan kuroo.

Hug me..”

Bokuto kemudian tersenyum setelah mengerti maksud kuroo. “Sure sure.”

Kemudian keduanya kembali berpelukan. Dengan lengan bokuto yang melingkar di pinggang kuroo, dan pipinya yang menempel di puncak kepala kuroo.

“Mendingan?”

Kuroo mengangguk sambil merapatkan dirinya lagi ke tubuh bokuto.


Semakin lama bokuto semakin sering menginap di tempat kuroo. Yang tadinya hanya satu minggu sekali pada sabtu malam, kini menjadi berulang kali dalam seminggu. Kuroo sendiri sebenarnya tidak keberatan. Awalnya kuroo tidak masalah jika ia tidur sendirian, karena selama ini ia pun begitu. Namun sejak bokuto datang dan sering menghabiskan malam dengannya, semua itu mengubah pemikiran kuroo.

Two is better than one. Begitu pikirnya.

Saat bokuto datang untuk menginap pun, kuroo sering diberikan beberapa kotak makanan yang telah disiapkan oleh ibu bokuto. Mereka selalu antusias untuk makan malam bersama, kemudian berakhir dengan tidur bersebelahan lagi seperti biasanya. Banyak malam yang ia lalui bersama kuroo, diisi dengan senda gurau, adu mulut, dan mengobrol hal-hal yang menurut mereka menarik untuk dibahas.

Namun, pada suatu malam saat bokuto menginap di sana, semua terasa berbeda. Ia merasa kuroo menjadi sedikit sentimental dan uring-uringan. Bahkan orang itu tidak mau makan saat ditawari bokuto. Bokuto bingung bukan main. Apakah kuroo marah padanya? Apakah ia mengganggu waktu pribadi kuroo?

Pikiran bokuto dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Ia menjadi kepikiran kalau itu semua menyangkut dirinya yang terlalu sering bermalam di tempat kuroo. Ia jadi tidak enak hati dan ia pun merasa memiliki salah terhadap kuroo. Hingga saat mereka akan tidur pun, ia belum mau mengusik kuroo. Kuroo juga belum mau membuka mulut. Lantas ia biarkan orang itu tenang. Malam itu, kuroo tidur dengan posisi memunggunginya. Malam itu, mereka tidak saling memeluk.

Namun saat ia akan memejamkan mata, pandangan bokuto tertuju pada pundak kuroo yang bergetar, naik turun seperti orang gundah menahan amarah. Akhirnya bokuto memberanikan diri untuk bertanya.

“Hey, kenapa?” ucap bokuto lembut.

Kuroo yang awalnya murung dan jarang berbicara, akhirnya membuka mulut. Suaranya sedikit pecah dan sumbang.

“Maaf ya bo, lo jadi kena juga.” ucap kuroo.

“Gue gak papa kok, cuma masalah kerjaan aja. Gue cuma capek aja gitu, sampe jadi emosi begini. Maaf ya...”

Kuroo mengucapkan itu tanpa membalikkan badan. Ia tidak mau bokuto melihatnya menangis. Bokuto sedikit lega karena ternyata semua prasangkanya salah. Ia menghela napas pelan, kemudian mendekatkan diri ke tubuh kuroo.

Ia beranikan dirinya untuk merengkuh kuroo dari belakang, mengulurkan lengannya untuk memeluk pinggang kuroo.

“Gapapa. Semuanya bakal berlalu kok, pelan-pelan aja ya?”

“Gue tau kerjaan lo susah dan banyak, dikit-dikit aja biar lo juga gak terlalu terbebani. Anggep bentar lagi selesai...”

Air mata kuroo semakin deras keluar saat ia mendengar semua itu keluar dari mulut bokuto. Ia sendiri tidak bersuara, namun pundaknya bergetar hebat seiring dengan air matanya yang mengalir deras. Setelah beberapa saat, semua itu berangsur hilang. Napasnya menjadi lebih teratur daripada sebelumnya.

“Kalau butuh sesuatu, ada gue di sini..” ucap bokuto.

Kuroo mengangguk pelan. Ia merasa lebih tenang. Baik karena ucapan bokuto, maupun pelukan bokuto. Bokuto mengusap tangannya pelan-pelan, menyalurkan ketenangan.

Laki-laki bersurai kelabu itu kemudian mengecup pundak kuroo sekali dengan pelan. Ia sendiri pada saat itu tidak tahu mengapa ia melakukan hal itu. Yang ada di pikirannya hanya kebutuhan untuk menenangkan kuroo hingga laki-laki itu merasa lebih baik.

Dan benar saja, kuroo merasa lebih tenang. Ia sendiri tidak mempermasalahkan perihal bokuto mengecup pundaknya. Kalau saja tidak ada bokuto di sini, mungkin kuroo akan berakhir menangis semalaman. Kuroo memang emosional seperti ini jika sudah lelah dengan semuanya. Ia mungkin akan lupa makan, bahkan malas untuk beraktivitas seperti biasanya. Benar-benar seperti orang yang mengalami burn out. Namun di sini ada bokuto yang menenangkannya. Ada bokuto yang siap menampung kesedihannya. Ada bokuto yang menjadi rumah baginya.

See? two is better than one.


Waktu pun semakin berlalu, namun kebiasaan keduanya masih tetap dilakukan. Yang awalnya bokuto hanya sekedar sering menginap di tempat kuroo dan sesekali berpelukan, sekarang mereka selalu berpelukan menjelang waktu tidur.

Terkadang bokuto yang merengkuh kuroo dalam peluknya, membiarkan dirinya menjadi big spoon of the night. Namun ada kalanya ia juga merasa nyaman karena direngkuh kuroo dalam peluknya. Keduanya membuat nyaman satu sama lain.

Hingga pada suatu saat, bokuto lepas kendali dan mengecup dahi kuroo sayang saat mereka merengkuh satu sama lain. Bokuto panik bukan main. Ini lain dengan pertama kali saat ia mengecup pundak kuroo. Kali ini ia benar-benar lepas kendali.

Namun seperti biasa, kuroo tidak mempermasalahkannya. Malah dia merespons kecupan bokuto dengan senyuman tipis dan tawa pelan. Sejak saat itu lah, bokuto kerap memberikan kecupan singkat sebelum tidur sembari mengucapkan selamat malam. Terkadang di dahi, kadang di pipi, kadang juga di hidung. Ekspresi kuroo setelah bokuto melakukan itu menjadi candu tersendiri bagi bokuto. Hal tersebut juga berlaku untuk kuroo, yang sesekali mengecup wajah bokuto sebelum terlelap.

Kemudian pada suatu malam, lama setelah mereka memulai kebiasaan itu, bokuto mulai mempertanyakan semuanya.

Keduanya sedang duduk di kasur kuroo, dengan kuroo yang memijat tangan bokuto karena pegal setelah sehari berlatih bersama klubnya.

“Bro, menurut lo kita aneh gak sih?”

“Dari awal kita emang udah aneh, bo. Gak cuma aneh, ajaib juga. Kenapa baru sadar sekarang?”

“Gak gitu, maksudnya tuh...”

Kuroo menyimak perkataan bokuto. Ia merasa bahwa bokuto ada dalam mode serius saat ini.

“Seumur-umur, gue gak pernah ngelakuin beginian sama temen sendiri..”

“Gue juga,” tanggap kuroo.

Bokuto kemudian menatap kuroo tepat di mata. Tangan yang tadi dipijat oleh kuroo pun kini menggenggam tangan kuroo pelan. Menautkan jemari mereka menjadi satu genggaman hangat.

“Misal gue bilang pengen jadi pacar lo, menurut lo gimana?”

Kuroo terlihat berpikir, kemudian tersenyum tipis. “Ya gak gimana-gimana.”

“Kok gitu...”

“Ya kan itu misal...” kuroo mengedikkan bahunya.

Benar juga. Bokuto menyadari perkataannya tadi. Ia kemudian berpikir keras.

Jujur saja, setelah semua hal yang ia lalui bersama kuroo, mustahil baginya untuk tidak menyimpan perasaan terhadap orang itu. Perutnya serasa dihinggapi ribuan kupu-kupu saat melihat kuroo tersenyum. Pipinya memanas saat kuroo mengecupnya. Juga dadanya yang menghangat saat melihat kuroo tertidur tenang dalam pelukannya.

He has a big fat crush on kuroo.

“Kalo itu beneran gimana?”

Kuroo mengernyitkan alisnya, mengisyaratkan bokuto untuk melanjutkan perkataannya.

“Gue suka sama lo, tetsu. Suka banget. Gue gak tau kapan mulainya, tapi gue yakin rasa itu udah ada dari lama.”

“Jadi... please, be the one for me?

“Gue dan lo sama-sama single. So, why don't we just complete each other as boyfriends? Wouldn't it be so perfect?” tanya bokuto.

Kuroo waktu itu tidak segera menjawab pertanyaan itu. Ia hanya tersenyum tipis menanggapinya. Kemudian senyumnya merekah.

Setelah itu, kuroo mendekatkan wajahnya ke bokuto secara tiba-tiba. Menyatukan bibir mereka secara singkat kemudian menarik dirinya kembali. Hanya kecupan tepat di bibir, dan itu sudah membuat bokuto seakan tersengat listrik. Impulsnya serasa bergerak dua kali lebih cepat.

Kuroo memberikan lampu hijau untuknya.

Bokuto kemudian meraih tengkuk kuroo, dan membawanya kembali dalam sebuah ciuman dalam. Ia melumat bibir kuroo dengan lembut, sesekali memiringkan kepalanya untuk memperdalam ciuman itu. Kuroo pun membalasnya dengan antusias, lembut dan hangat. Entah bagaimana semuanya terasa manis dan menjadi candu. Akhirnya ciuman panjang itu berangsur melambat, dan diakhiri dengan kuroo yang mengecup bokuto secara singkat sekali lagi.

Can i take that as a 'yes'?

Of course.” Kuroo tertawa pelan.

Kemudian memeluk bokuto erat dan membisikkan sesuatu yang membuat bokuto senang bukan main. “It took you so long. I love you too, stupid.

Setelah itu keduanya pun resmi menjadi sepasang kekasih. Meskipun begitu, keduanya tidak mengekspos hubungan mereka dengan menunjukkan afeksi di publik. Saat teman-teman mereka diberitahu tentang hal itu pun, mereka tidak kaget. Mereka menganggap itu bukan hal yang baru.

Little did they know, kalau bokuto dan kuroo ini lama kelamaan akan berakhir seperti itu. Yang tidak menyadari hanya dua orang itu saja.

Sekali lagi, they didn't see it coming.

—Fin.

. . . .

© caessonia