Never Have I Ever
Setelah insiden kuroo yang ditinggal bokuto dan oikawa ringroad, mereka pun tak jarang bertemu kembali.
Terkadang berkumpul di sekre bersama. Kuroo dan oikawa kebetulan satu organisasi dan mereka tentu memiliki sekre bersama. Tapi sudah menjadi rahasia umum, kalau sekre tersebut kerap digunakan untuk nongkrong-nongkrong saja. Yah walaupun tetap digunakan untuk kegiatan organisasi, seperti rapat, sidang, dan sebagainya tapi bangunan tersebut sering digunakan untuk nongkrong oleh kuroo dan kawanannya.
Jadilah di sini bokuto, kuroo, oikawa, dan beberapa orang lain berkumpul. Menghabiskan waktu mereka di sore hari.
“Bro, lo ngapain ribet banget?” Bokuto melihat kuroo dari tadi sibuk berkecimpung dengan bungkus makanan.
“Susah bukanya bro, tangan gue kesemutan.”
Tak heran jika ia kesemutan hingga kebas. Sudah dua jam ia cekikikan tak meninggalkan ponselnya.
Ia merebut bungkusan keripik kentang warna hijau tersebut dari tangan kuroo, “Minta tolong ke gue susahnya apa sih?”
Kuroo hanya nyengir melihat bokuto, yang ajaibnya peka sekarang.
Saat ini mereka sedang berkumpul di sekre bersama (mereka menyebutnya itu). Tidak ada rapat sih, hanya kumpul-kumpul biasa karena para bujang ini tidak ada kerjaan lain lagi.
“Ini enaknya ngapain kita?”
“Gak tau, serah mau ngapain deh..” Ucap kuroo yang hanya dibalas gumaman oleh bokuto.
“Gue pesen makanan nih, laper. Lo mau gak mie setan?”
“Mau,”
“Biasanya?” Tanya bokuto.
Kuroo menjawab namun matanya masih terpaku pada layar ponselnya. “Yoi,”
Bokuto menghela nafasnya mendengar jawaban kuroo. Ia buka ponselnya kemudian memesan makanan yang mereka inginkan. Sedari tadi kuroo sibuk dengan ponselnya, padahal niatnya di sini senang-senang dengan yang lain.
Tak lama setelah itu bokuto dan kuroo sudah memakan pesanan mereka dengan bersih. Kembalilah mereka ke kegiatannya masing-masing.
Yang lain?
Atsumu yang scrolling timeline instagram, wajahnya terlihat bosan setengah mati. Di sampingnya ada osamu yang main gitar tidak jelas di dekat jendela, sambil sesekali bersenandung dan ditimpali atsumu jika kebetulan memainkan lagu yang ia suka. Daichi yang sedang mengotak atik barang rusak, dan suga di sampingnya yang membaca novel.
Kan? tidak jelas memang agenda kumpul-kumpul ini.
Apalagi bokuto dan kuroo yang duduk bersebelahan di sofa tengah. Kaki saling bertumpang tindih makanan di mana-mana. Bedanya mata bokuto terpaku malas di layar TV sedangkan kuroo terus-terusan cekikikan menatap ponselnya.
“Gue bosen banget, main yuk” Oikawa yang tidak tahan akan kebosanan akhirnya mengeluarkan suara.
“Apaan bang?” Osamu menghentikan permainan gitarnya, perhatiannya teralih ke oikawa.
Bokuto yang bosan juga terlihat tertarik dengan perkataan oikawa, “Apaan bro?”
“Never Have I Ever”
“Asik... boleh deh bang,” Atsumu menyahut. Osamu yang terlihat bosan akan kegiatannya juga mengangguk setuju.
“Daichi, suga, ikut lo pada jangan kek orang apatis,” Daichi yang merasa terpanggil meletakkan perkakasnya. Suga pun juga menghentikan kegiatannya.
“Gue gas aja lah, bosen banget nih,” Bokuto mematikan TV di depannya.
Daichi menyahut, “Hadiahnya apa?”
“Hmmm apa ya...”
Tak ada angin tak ada hujan, pintu sekber terbuka. menampilkan tiga perawakan yang familiar. Satu laki-laki tinggi menenteng beberapa bingkisan di tangannya. Sedangkan dua yang lain mengikutinya di belakang.
“Nah kebetulan itu ushi bawa bingkisan, kayanya makanan”, oikawa curi-curi pandang ke bingkisan yang dibawa ushijima. “Jadi hadiahnya itu aja ya,” ucapnya tengil.
“Woi ushi, itu makanan buat kita kan?” tanya sang pemilik rambut coklat itu. Yang ditanyain hanya mengangguk. “Sip. Ni ngapain dua anak curut ngikutin lo?” Oikawa menunjuk hinata dan kageyama.
“Enak aja anak curut, adek gue nih,” Bokuto menyanggah. Quick fyi, hinata ini sepupu jauh dari bokuto. Bokuto sendiri sejujurnya tidak terlalu mengetahui silsilah keluarganya, tapi mamanya bilang kalau ada sepupunya di universitas yang sama dan baru masuk tahun ini. Itulah hinata.
“Kita join ya bang, di kosan suntuk.” Ucap hinata, yang disertai anggukan kageyama tanda setuju.
“Oke pokoknya semua yang ada di sini harus ikut.”
Kuroo mendongak, tidak terlalu fokus atas apa yang terjadi. “Eh apa nih?”
“Au dah bro, mainan oikawa. Ikutan aja ayo,” Jawab sang pria jabrik.
“Gue skip dulu ya,” ucap kuroo yang dengan segera dibantah oleh banyak orang.
Enak saja kuroo, kan mereka kumpul di sekber tujuannya mau senang-senang bersama. kalau salah satu dari mereka tidak ikut rasanya akan menjadi kurang lengkap. Bokuto dan oikawa memaksanya habis-habisan. Kalau tidak mau, besok kalau pergi mereka tidak akan mengajak kuroo lagi. Alasan kekanak-kanakan tapi kuroo menganggap itu serius. Malas kalau tidak diajak seperti insiden ringroad lagi. Akhirnya kuroo mengalah dan meletakkan handphonenya di atas meja bersama camilan yang ia makan bersama bokuto tadi.
Mereka telah berkumpul di tengah ruangan dengan makanan yang dibawa ushijima menjadi pusatnya. Beberapa makanan telah tersaji, jangan lupakan minuman yang terlihat menyegarkan.
“Gini deh, ini kan ada makanan banyak. Kita sisain 1 kotak pizza buat pemenangnya,” Tawar oikawa. Yang lain terlihat menimang-nimang. “Kalo yang menang dua nanti dibagi dua dah itu satu kotak,”
Bokuto yang asik membuka satu persatu bingkisan makanan pun terlihat antusias, disertai hinata dan kageyama yang responnya tak jauh beda dari bokuto. “Setuju deh,”
“Oke kalo gitu.”
“Jadi ini mainnya gimana?” Tanya bokuto.
“Aturan main, kita dapet sepuluh nyawa. Kalau gue ada statement dan kalian pernah ngelakuin apa yang gue bilang, nyawa kalian berkurang satu. Kalau gak pernah, yaudah jangan nurunin jari,” Oikawa menjelaskan dengan antusias, “paham sampe sini?” dijawab anggukan oleh orang-orang itu.
Oikawa mulai menghitung jumlah orang yang ada di ruangan tersebut. “Oke mulai ya, dimulai dari daichi terus muter searah jarum jam.”
Daichi mulai berpikir keras.
“Yang pernah boker di kampus, kurang satu..”
Semuanya dengan berat hati menurunkan satu jarinya, kecuali dua orang. Kalau dipikir-pikir siapa yang tidak pernah buang air besar di kampus? Pasti semua pernah. Orang yang bisa menahan sakit perut sampai kuliah selesai itu tidak sehat, kata suga.
“Licik banget, pada pernah semua lah mesti,”
“Gue belum,” jawab daichi. membuat semua orang bertatapan heran. “Soalnya gue kalo boker di kosan, kan deket tinggal nyebrang.”
“Kampret...”
“Loh osamu gak pernah juga?” suga melihat osamu tidak menekuk jarinya. “Kagak bang, toilet kampus jorok banget. Gak nyaman gue,”
“Dih padahal bersih, manja banget lo.” ledek atsumu.
Osamu menghela nafasnya, mencoba menahan kekesalannya pada sang kakak kembarnya. “Tapi mending sih, daripada toilet tsumu yang kek kandang babi.”
“Anjing samu, gelut aja lah kita?”
Suga buru-buru melerai dua kakak beradik kembar itu agar tidak terjadi peperangan. “Udah ah, ayo hinata lanjut kasi statement“
“Yang pernah nyontek kalau ada tugas, mati satu.”
“Bokuto, mati gak lo kampret..” Kuroo menyeringai.
“Dek lo tega banget sama gue?” Bokuto menatap sepupunya itu sedih sambil menekuk satu jarinya.
Ya gimana ya, bokuto itu bukannya malas mengerjakan sendiri. Tapi ia sering kelupaan atau bahkan tidak memahami materinya. Di samping itu ia ada sahabat yang secara sukarela mau-mau saja mengajarinya, atau jika orang itu sudah frustasi mengajari bokuto maka ia tak rela memberikan jawaban tugasnya.
Hinata cengengesan “Maaf bang bok,”
Yang lain juga menurunkan jarinya, terkecuali suga. Yang mengejutkan ushijima juga menurunkan jarinya. Oikawa? jelas, nyawanya sudah berkurang dua.
“Lanjut aja, gas samu” Kata oikawa.
“Yang pernah pake tinder, kurang satu..”
“APA SALAHNYA PAKE TINDER ANJING,” Atsumu menyalak.
“Kalo install doang gak dipake mati gak?” tanya bokuto. “Mati bang,” jawab sang pemberi statement.
Daichi heran, “Lo ngapain install tinder bok? “
Hinata ikut menanggapi. “Iya bang bok ngapain coba? kata tante tiap hari ngurusin bola terus,”
“Diinstallin kuroo, goblok emang kuroo gak jelas,” Bokuto mbesengut. Kuroo yang melihat itu hanya menahan tawa.
Padahal kuroo sendiri tidak menggunakan aplikasi untuk dating tersebut. Tapi suatu hari ia iseng untuk menginstall itu di ponsel bokuto. Bokuto sih bodo amat dengan hal itu.
“Lanjut.”
Begitulah jalannya permainan hingga tak terasa mereka sudah cukup lama memainkannya, hingga tiba giliran bokuto. Ia melihat sekelilingnya, semua nyawa teman-temannya tinggal satu. Begitupun dengan dirinya. Jadi ia melontarkan pertanyaan sederhana namun bisa mematikan semua orang itu.
Ia tahu semua orang di situ pasti akan mati. Kecuali satu orang, yaitu kuroo. Tapi ia tak masalah, toh juga nanti pada akhirnya kalau dia menang sendiri dengan pertanyaan berbeda, pasti hadiahnya akan ia bagi dengan sohibnya itu.
Setelah memantapkan hatinya, ia mengutarakan statementnya. “Gue matiin ya lo semua. Gue ganti pernyataanya jadi buat masa sekarang karena gue bosen sama yang udah dulu-dulu,”
“Yang SEKARANG punya pacar, mati lo..”
Sialan bokuto, batin semua orang yang ada di situ. Ia melihat teman-temannya mengaduh sambil memakinya.
“Dosa banget bang,” kageyama menyahut.
Oikawa menambahi, “Tau nih makhluk astral ngeselin.”
Senyum kemenangan masih terpasang di bibirnya. Setelah mengalahkan teman-temannya yang lain, akhirnya ia akan menikmati pizza. Yah walaupun nanti akan dibagi dengan kuroo sih, karena bokuto tau kalo kuroo gak bakal mati kali ini. Namun ia merasa ada yang aneh.
Kok kuroo... mati?
Bokuto heran, “Kur lo ngapain nekuk jari anjir?”
“yah nanya lagi, karena gue mati lah.” Kuroo menyahut.
Semuanya berseru bersamaan. “HAH?”
Atsumu menanggapi “Bang kuroo punya pacar kali, ya gak bang?”
Kuroo mengepalkan tangannya dan mengajak atsumu untuk fist-bump, “Yang pinter cuma atsumu ternyata.”
Bokuto terdiam.
Persetan dengan menang.
Persetan dengan pizza.
Ia ingin pulang.