Lasting Memento
Bokuto x Kuroo AU Part of KKN Masa Gitu?
Pagi itu, Kuroo memikirkan apa yang Oikawa bilang. Sedikit banyak ia tahu bahwa orang itu ada benarnya juga. Mungkin, hadirnya Bokuto di hidupnya lagi dapat mengubah stigma negatif tentangnya. Mungkin, ini cara takdir menegurnya agar tak susah-susah menyimpan kebencian pada orang lain.
Semenjak momen di pantai kala itu, kebencian Kuroo perlahan memudar dan tergantikan oleh malu. Malu karena ia sendiri tak terbesit kemungkinan lain. Tapi ia memaklumi hal itu sih, karena bagaimana pun orang yang patah hati akan tertutup mata dan telinganya hingga kurang bisa berpikir jernih.
Pikirannya dari semalam sudah berkecamuk, tercampur aduk jadi satu. Entah itu perasaan malu, bingung, senang, bahkan perasaan menggelitik di perut yang membuatnya bisa tersenyum geli tak berarti. Sekelibat ia teringat akan konyolnya kelakuannya dengan Bokuto dulu —dari agenda rating, yang berujung musibah itu.
“Hello? earth to tetsu?”
Ucap seseorang yang menyadarkan Kuroo akan lamunannya. Hal itu membuatnya sedikit berjengit kaget hingga selang terlepas dari tangannya dan menyemburkan air ke arah mereka berdua. Cipratan air itu mengenai baju Bokuto dan ujung rambutnya hingga surai dari pria jabrik itu sedikit melemas.
Ah, pucuk dicinta ulam pun tiba.
“Damn, sorry bo”
Bokuto tertawa pelan sambil memeras ujung bajunya yang basah “gak apa,”
“You good?”
Kuroo mengangkat alisnya bingung kala Bokuto melontarkan pertanyaan itu padanya. Bukankah seharusnya dia yang menanyakan itu pada Bokuto?
Lagian, apa yang membuat dia terlihat seperti tidak baik-baik saja?
“Kayanya tadi ngelamun, sampe gue panggil aja gak denger..”
“Oh hahaha, yoi. Lagi kepikiran proker.” Bohongnya.
“Wah top juga ya itu proker,” ucap Bokuto sambil menatap Kuroo iseng, “—bisa bikin lo kepikiran sampe senyum mulu..”
Kuroo tidak menjawab, sedikit terkejut namun mencoba untuk tetap santai. Meskipun sikapnya begitu tak menampik fakta bahwa ia ingin menggigit orang di depannya karena membuatnya malu setengah mati. Layaknya buku yang terbuka, Bokuto dapat membaca Kuroo dengan begitu mudahnya.
“Iya nih, prokernya lucu soalnya.”
“Mau juga dong kenalan sama prokernya,” lawak Bokuto.
Kuroo hanya geleng-geleng kecil, “stress lo.”
“Lebih stress lo senyum-senyum sendiri…”
Kalau begini terus, lama-lama isi pikiran Kuroo tentang Bokuto bisa terkespos. Dan ia yakin pasti ia sendiri yang akan berakhir menanggung malu.
“Gue semprot lagi lo ya” ucap Kuroo sambil menondongkan ujung selang air.
“Lo gak ada kerjaan apa gimana, gabut banget?” tanya Kuroo.
“Ada tadi, sekarang udah kelar. Tadi nanem bibit di lahan bagian timur.”
“Sendirian?”
Bokuto menggelengkan kepalanya, “Sama Alisa.”
Kuroo terdiam sambil menganggukkan kepalanya pelan.
Alisa.
Alisa?
Lagi-lagi Alisa.
“Tadinya sama Daichi juga, tapi dia diminta ngurusin sesuatu sama Pak RT.” Imbuh Bokuto yang sayangnya tidak terdengar oleh Kuroo tang fokusnya sudah tertuju pada kalimat sebelumnya.
Seribu pertanyaan muncul di kepala Kuroo, namun yang paling mengusik benaknya saat ini adalah terkait Alisa. Tanpa sadar ia kehilangan fokusnya lagi, karena tatkala Bokuto memanggilnya lagi, ia tak kunjung menanggapi.
“Tuhkan.. lo kepikiran apa sih sampe ngelamun gitu terus?” Bokuto memiringkan kepalanya dan sedikit condong ke arah Kuroo.
Melihat itu, Kuroo akhirnya sadar dari lamunannya. Ia melegakan tenggorokannya dan berdeham sebelum melanjutkan percakapan tadi. Sedikit ia jauhkan badannya dari Bokuto.
“Gue boleh tanya sesuatu gak? tapi gak penting sih..” tanya Kuroo. Bokuto hanya mengangguk, mempersilakan Kuroo menanyakan apapun itu.
“Sure. Selama bisa hilangin yang ganggu pikiran lo, bakal gue jawab.”
“Lo deket ya sama Alisa?”
Bokuto bungkam sesaat.
Kuroo mulai panik akan diamnya Bokuto. “Eh gak usah dijawab, sorry kalo bikin gak nyaman..”
“Kenapa bisa mikir gitu?”
“Ya kaya keliatan akrab aja,” Kuroo mengalihkan pandangannya ke tanaman yang tadi ia siram.
“I see.” ucap Bokuto saat Kuroo mengarahkan selang air itu ke arah akar tanaman yang lain, “… Gue ada rencana proker gabungan sih sama dia.” imbuhnya sambil tersenyum kecil, memandang akar yang basah akan air.
Oh, program kerja gabungan. Kuroo mengangguk paham.
“Gue baru tau? emang jurusan kalian ada nyambungnya?” tanya Kuroo.
“Proker non-tema sih, jadi prodi bebas asal bisa menuhin poin yang sama.”
Kuroo tidak menanggapi lagi, hanya mengangguk kecil.
Program kerja yang entah apa itu berhasil membuat Bokuto tersenyum seperti barusan.
“Cuma proker, tapi bisa bikin lo senyum terus ya?” Ia tersenyum kecil usai mbuat Bokuto mengecap obatnya sendiri.
Alih-alih menjawab, Bokuto lagi-lagi hanya melemparkan senyum simpul. Tak sedikitpun ia berniat untuk menghilangkan rasa penasaran Kuroo.
Bedebah, batin Kuroo.
“Mending gue bantuin sini,” kata Bokuto sembari mengambil alih paksa selang air di tangan Kuroo dan mulai menyirami daun tanaman secara asal.
“Siram ke akarnya, Bo.”
“Emang kenapa harus langsung ke akar?” tanya Bokuto yang membuat Kuroo maju selangkah lebih dekat.
“Kalau cuma di permukaan daun, airnya gak bisa terserap baik. Makanya harus ke akar, biar airnya gak kebuang percuma..”
Kuroo menatap air yang berceceran saat menjelaskan itu ke Bokuto.
Tapi, kalau boleh jujur, apa yang Kuroo jelaskan bukan hanya tentang akar dan air.
Bersamaan dengan selesainya penjelasan singkat itu, manik Kuroo bertemu dengan manik Bokuto. Ia bungkam saat wangi familiar mendobrak paksa memasuki indera penciumannya.
Aroma khas vanila bercampur citrus itu membawanya kembali ke masa-masa itu. Aroma yang ia ingat betul karena merupakan salah satu wangi yang ia suka dari laki-laki di depannya (dan Bokuto tahu betul tentang ini).
Bokuto dan wanginya yang sialan itu.
“… Versace eros?”
“Iya..”
“Pantes..” Kuroo menjauhkan badannya pelan. Membuat Bokuto terdiam dengan sebuah tanda tanya besar di kepalanya, namun tak dihiraukan oleh Kuroo.
“Ternyata ada bagian dari lo dulu yang belum sepenuhnya ilang ya,” Ucap Kuroo dalam benaknya.
—fin.
©caessonia