Karakter Sampingan


Jadi setelah sesi perkenalan singkat yang dilakukan bokuto, semuanya kembali bersikap seperti biasa. Mereka menerima kehadiran akaashi sebagai orang baru di tempat itu. Akaashi sendiri orangnya sopan, tidak banyak tingkah, dan bisa dibilang cukup ramah. Itulah yang membuat mereka tidak masalah saat akaashi, yang mana adalah orang luar, dibawa masuk ke sekber mereka.

“Serius bang lo mau traktir kita semua?” tanya atsumu.

“Santai tsum, dia mah duitnya susah abis..” timpal oikawa.

Yang lain buru-buru berebutan ponsel yang digunakan untuk memesan makanan delivery. Hari ini hari ulang tahun bokuto, dan mereka beramai-ramai merayakannya di sekber. Niat hati mereka ingin memberi kejutan dan hadiah kepada bokuto, namun malah bokuto yang membawa 'hadiah' ke mereka. Ya, hadiah itu adalah akaashi.

Jadi sebelum ke sekber tadi, urusan yang dimaksud bokuto adalah menjemput akaashi karena orang itu telah selesai shift sore di cafe milik salah satu temannya. Dan di sinilah mereka, merayakan ulang tahun bokuto dengan nongkrong bersama. Karena yang ada di ruangan itu hanyalah kue dan beberapa minuman, maka bokuto sebagai 'bos besar' hari ini menawarkan untuk membelikan makanan ke semua teman-temannya tanpa terkecuali.

“Kur, lo mau pesen apa?”

Kuroo yang sedari tadi diam, mendadak dibuyarkan oleh pertanyaan bokuto.

“Samain kek lo aja,” ucap kuroo tidak mau ribet.

“Oke. Kalo akaashi mau apa?”

“Pilihin dong kak, surprise me...” ucap akaashi.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ucapan akaashi, namun hal itu dengan mudah bisa membuat kuroo mengernyit dan alisnya berkedut.

Aneh banget, batin kuroo. Pikiran itu buru-buru ditepis kuroo, ia tidak mau dendam kesumat ke akaashi padahal orang itu tidak melakukan sedikitpun salah ke kuroo.

“Coba gue liat menunya dong kak..” kata akaashi sambil mendekati bokuto yang tengah memilih menu makanan.

Anjing, katanya suruh surprise. Sekarang malah mau liat, gimana sih ni orang. batin kuroo menggebu-gebu.

Kuroo secara tidak sadar menatap akaashi dengan ekspresi kesal. Alisnya menukik dan air mukanya tidak enak. Oikawa yang menyadari hal itu segera berdehem dan membuat akaashi menjauhkan tubuhnya dari bokuto.

Bokuto sih cuek, tetap menatap layar ponselnya sambil scrolling menu di salah satu aplikasi online. Kuroo masih menunjukkan ekspresi jengkel, dan saat matanya bertemu dengan akaashi, akaashi melemparkan senyum tipis padanya.

Kuroo yang awalnya tidak mau berprasangka buruk terhadap akaashi pun kini seakan dipancing. Akaashi memancing emosinya.

“Gue ke toilet bentar ya kak..” ucap akaashi yang dijawab anggukan oleh bokuto.

Setelah itu, kuroo beranjak dari tempat duduknya hendak berjalan menuju salah satu sofa di sudut ruangan.

“Bok sini bentar deh..” ucapnya ke bokuto.

“Bentar gue lagi ngurusin ini makanan,” ucap bokuto.

Mendengar itu, kuroo langsung memberi sinyal ke oikawa. Oikawa yang paham akan tatapan kuroo pun segera menawarkan untuk mengambil alih kegiatan bokuto. Bokuto pun mengiyakan kemudian memberikan ponselnya ke oikawa.

“Apaan kur?” kata bokuto sambil mengekor di belakang kuroo.

Alih-alih menjawab, kuroo malah menggeledah tasnya sendiri kemudian memberikan suatu kotak kecil ke bokuto. Bokuto bingung sambil menahan tawa. Meskipun telah berteman sejak lama—enam tahun— bokuto jarang bertukar kado dengan kuroo saat ulang tahun. Hanya dua kali, termasuk sekarang. Daripada memberikan suatu hadiah, mereka sebelumnya lebih suka menghabiskan waktu bersama di tempat salah satunya.

“Selamat ulang tahun bok...” ucap kuroo.

Diterimalah kotak kecil dari kuroo itu, kemudian dibuka. Menampilkan satu jam tangan berwarna hitam. Bokuto menatap kuroo, namun yang ditatap malah membuang pandangan ke arah lain. Ia menahan malu hingga telinganya sedikit memerah.

“Wow...” ucap bokuto. Begitu saja sudah membuat kuroo menggigit bibir sambil curi-curi pandang ke bokuto.

“Kenapa?”

“Gak apa. Seneng aja gue dapet dua hadiah yang sama hari ini, mana bagus semua..”

“Dua?”

“Iya, tadi akaashi juga ngasih jam tangan.” kata bokuto, “Kok bisa samaan ya kalian..” lanjutnya sambil tertawa.

Bagaikan dihantam sesuatu, kuroo terdiam seketika. Dia dan akaashi? memberikan hadiah yang sama?

Sial. Dari sekian jenis hadiah, mengapa sesuatu yang ia berikan kepada bokuto harus sama dengan yang akaashi berikan. Dadanya bergemuruh, jantungnya berpacu, napasnya pun sedikit memberat.

Ia tidak suka situasi ini.


Setelah insiden itu, kuroo terdiam seribu bahasa. Ia sama sekali tidak ingin mengeluarkan suara. Biarlah orang di sekelilingnya bercanda bersama, ia tidak peduli. Sebenarnya sejak ada keberadaan akaashi di sini, ia sudah ingin pulang. Namun ia urungkan niatnya, yah karena hari ini ulang tahun bokuto. Ia tidak enak hati kalau pulang tanpa alasan sepele. Apalagi alasannya hanya kehadiran seseorang.

Mereka kini hanya mengobrol santai di ruang tengah sekber. Makanan yang dibelikan bokuto sudah ludes dimakan mereka tanpa menyisakan sedikitpun. Bokuto pasti senang karena semuanya menikmati kegiatan malam ini. Terkecuali satu orang tentunya. Sedangkan akaashi sudah dapat membaur dengan orang-orang di sana, ditunjukkan dengan ia yang kini bermain permainan kartu dengan hinata, atsumu, dan oikawa.

“Kur, mau cari angin gak?” ajak bokuto secara tiba-tiba saat kuroo tengah menenggak minumannya.

Kuroo mendongak dan mendapati bokuto mengedikkan kepalanya, menandakan mengajak keluar. Lantas ia berkata, “Boleh,”

Akhirnya dua orang itu menghilang dari ruang tengah, berpindah ke teras depan. Meninggalkan kerumunan yang tak sadar akan ketidakhadiran mereka. Kecuali sepasang mata yang setia mengawasi. Yang tidak mereka tahu, selepas kepergian dua orang itu, hawa di dalam ruangan menjadi berubah. Bahkan oikawa saja sampai merasa canggung setelah menyadari apa yang terjadi.

“Udah tua ya lo...” ucap kuroo basa-basi sambil mendudukkan diri di kursi teras. Disusul dengan bokuto yang duduk di depannya.

Bokuto menimpali, “Lo juga anjir...”

“Masih dua bulan lagi. Sekarang gue lebih muda dari lo..”

Keduanya tertawa. Bercerita hal-hal random yang tengah mereka alami akhir-akhir ini. Seperti Leo—kucing kuroo— yang ternyata menghamili kucing betina ibu kos kuroo. Atau tentang pelatih bokuto yang kemarin memarahinya lantaran bokuto kerap menghilangkan bola voli milik klub mereka.

“Yah gimana ya bok, orang kalo kena spike lo kayanya langsung pingsan deh.. apalagi bola gitu, mental ke mana-mana,”

“Ah lebay lo, kagak ah. Kebetulan aja bolanya susah ditemuin abis gue spike..”

“Spike lo kenceng banget anjir. Fyi aja nih tangan gue sempet sakit waktu pertama kali nge-block lo...”

Begitu seterusnya, hingga suara ketukan pintu dari seseorang menghentikan gelak tawa mereka.

Seseorang itu berdehem lalu berkata,

“Kak, perut gue agak sakit. Di dalem katanya gak ada pain killer, boleh minta tolong beliin?” ucapnya sambil memegang perutnya.

Bokuto panik dan kalut. Ia takut orang yang ia bawa kemari kenapa-kenapa. Lantas ia berdiri dan mendekati akaashi yang muncul di dekat pintu. Kuroo, walaupun sempat kesal tak beralasan dengan akaashi, juga menjadi panik dibuatnya.

Karena akaashi yang datang dengan kondisi seperti itu, dengan cepat ia bergegas untuk keluar membeli obat yang diminta akaashi.

“Pake motor gue aja nih,” ucap kuroo sambil memberikan kunci motornya ke bokuto.


Setelah suara motor kuroo yang ditunggangi bokuto menghilang, kuroo menyuruh akaashi untuk duduk dulu di salah satu kursi teras.

Melihat akaashi yang masih memegangi perutnya, kuroo menjadi sedikit kasihan. “Perut lo kenapa? Mau gue buatin teh anget?” tanyanya.

Setelah kuroo menanyakan hal itu, hal yang terduga terjadi. Akaashi yang tadinya memegangi perutnya sendiri mendadak duduk dengan santai. Ekspresinya biasa saja, kalem dan tidak menunjukkan rasa sakit sama sekali.

“Gak usah kak, perut gue gak apa.” ucap akaashi santai.

“Lah? terus ngapain minta obat?” tanya kuroo yang hanya dibalas endikan bahu oleh orang yang ditanya.

What the actual fuck is going on here, batin kuroo. Ia menatap akaashi bingung, ia tidak habis pikir. Sebenarnya apa mau orang di depannya ini. Sengaja menginterupsi kegiatannya dengan bokuto?

“Kak...” panggil akaashi.

Kuroo menoleh, namun tidak menjawab panggilan itu.

“Hmm gimana ya ngomongnya...”

Kuroo yang greget melihat akaashi tak segera mengutarakan pikirannya, “Ngomong aja,” ucapnya.

“Maaf banget nih misal nyinggung lo, tapi bisa enggak kalo lo ngetreat gue biasa aja?”

“Maksud lo?” kuroo dibuat bungkam oleh pertanyaan akaashi. Jadi dia pura-pura tidak tahu.

“Gue liat-liat dari tadi sejak gue dateng, lo tuh ketus ke gue, di saat yang lain welcome banget. Kerasa dari cara lo ngeliat gue kak,” ucapnya.

“Gue ada salah sama lo?” tanya akaashi lagi saat kuroo tak kunjung menanggapi.

“Hah apaan, orang enggak,” jawab kuroo.

Well, sebenarnya kuroo mengakui hal itu. Tapi tidak mungkin kan kalau ia akan berkata seperti apa adanya kepada akaashi?

Lagian memang akaashi kok yang tingkahnya membuat kuroo jengah. Ia sendiri sadar sudah dibuat jengkel dengan tingkah laku orang di depannya ini, terutama saat kejadian di Shelter itu.

“Sayangnya iya kak..” akaashi kembali berbicara, “—sadar gak sadar lo begitu ke gue,”

“Lo bersikap kaya keberadaan gue di sini bikin lo gak nyaman, keliatan kok. Tapi sorry, kak bokuto sendiri yang ngajakin gue ke sini.”

Kuroo mendengus, kemudian tersenyum miris kepada akaashi.

Kalau ditanya apakah kuroo ingin kabur? tentu saja ia ingin kabur. Ia tidak ingin menghadapi situasi yang membuatnya resah ini. Terlebih ia dari tadi merasa diserang oleh kata-kata akaashi. Tapi karena telah terselimuti kabut emosi dan gengsinya yang tiba-tiba meniggi, kuroo mau tidak mau tetap tinggal. Ia tekadkan diri untuk menanggapi semua celotehan akaashi.

Kata-kata yang dilontarkan akaashi pun turut membuat darahnya berdesir, dadanya bergemuruh hebat, napasnya memendek. Jadi ia tanggapilah kata-kata akaashi yang membuatnya naik pitam itu.

“Udah ngerasa deket banget ya lo sama bokuto sampe mau diajakin ke mana-mana?”

“Lumayan sih,” ucap akaashi sambil balik tersenyum.

By the way, gue tau semuanya loh kak..” lanjutnya. Kuroo menaikkan satu alisnya, meminta penjelasan lanjut atas ucapan akaashi.

“Tentang lo sama kak bo,” ucap akaashi. Ia sandarkan badannya ke sandaran kursi teras. Mendongakkan kepalanya ke langit-langit.

“Kak bokuto cerita semuanya. Well, awalnya dia gak mau cerita sih dan malah nutupin. Jadi bisa dibilang itu hasil gue gali informasi...”

Kuroo benar-benar tidak habis pikir. What a busybody. Kenapa akaashi ini mengorek informasi tentang ia dan bokuto, saat ia sendiri bahkan ingin menghapus kenangan buruk yang akhir-akhir ini terjadi. Come on, gue baru aja baikan sama bokuto. Tapi sekarang malah diungkit lagi, batin kuroo.

“Dan kenapa lo ngelakuin itu? emang apa yang lo dapetin?” kata kuroo.

“Loh, bukannya wajar ya kak kalo lo tertarik sama seseorang, terus lo pengen cari tau tentang orang itu?”

Akaashi bercerita kepada kuroo, bagaimana awal mulanya mengenal bokuto. Bagaimana laki-laki supel itu mengajaknya mengobrol saat memesan salah satu menu minuman. Bagaimana ia yang sering diberi gombalan murah oleh bokuto terkait kopi yang minder karena manisnya sudah diambil oleh pembuatnya, yang mana adalah akaashi.

Dan hal itu membuat kuroo mencelos. Ternyata waktu itu, bokuto tidaklah iseng. Tweet itu bukanlah keisengan semata.

Semua kata-kata yang keluar dari bibir akashi membuat kuroo semakin pening. Emosinya memuncak.

“Dan waktu itu dia keliatan lagi down banget, jadi gue tanyain tentang love life dia waktu itu..”

And turned out that you're his biggest heartbreak..

“Dia terlalu baik buat lo kak,”

Akaashi tertawa, tawa yang mampu membuat siapapun kesal jika mendengarnya. Perlu diketahui kalau kuroo sekarang mati-matian menahan amarahnya.

“Atas dasar apa lo ngomong kaya gitu?”

“Sikap lo ke dia, kak. Gue tau apa yang lo lakuin itu bener-bener jahat sih,”

“Kak bo cerita semuanya ke gue, dan perlu diinget dia cerita tanpa ngejelekin lo sama sekali. Bahkan dia sempet muji-muji lo di antara curhatannya yang berentet itu..”

“Dari situ gue tau kak, sorry to say tapi menurut gue lo gak worth banget buat dia, even as a friend.”

Ia diberi tahu tentang bokuto yang bercerita tentang dirinya dan segala yang terjadi di antara mereka. Kata akaashi, bokuto bercerita apa adanya dan malah cenderung menyalahkan dirinya sendiri.

Don't you feel ashamed staying by his side after all you did to him?”

Kuroo tidak bisa berkata apapun. Mulutnya serasa dibungkam habis-habisan. Ia tidak tahu bagaimana menanggapi kata-kata akaashi yang menurutnya omong kosong ini. Demi apapun, dari tadi tangannya sudah terkepal.

“Lo dan sikap sok tau lo...” tanpa sadar suara kuroo meninggi.

Ia membuang napasnya gusar sembari memijat pelipisnya.

“Sabar gue ada batesnya ya, akaashi.” lanjutnya.

Akaashi tersenyum santai sambil meminum minuman yang tadinya milik bokuto. Hal itu tentunya membuat kuroo semakin merasa terbakar. Dari tadi ia menahan dirinya, namun ia tidak tahu apa yang akan terjadi di depannya kalau orang yang bersamanya kini terus-terusan membuka mulut.

“Maaf ya kak, gue jadi ngomong banyak banget. Tapi ada beberapa hal yang mau gue sampein ke lo sebelum gue pulang,”

“Lo gak perlu ngetreat gue kaya karakter sampingan yang ngerebut kak bokuto dari lo, karena dia sendiri yang dateng ke gue. Dan sekarang giliran gue yang ambil alih peran lo,”

“Anjing, peran apaan sih?” kuroo tidak sadar menggebrak meja di depannya. Ia sendiri sudah mulai kehilangan kendali.

“Gue sekarang yang nyembuhin dia, dengerin dia, nyenengin dia. Seharusnya lo sebagai temen yang ngelakuin itu, tapi yang ada malah lo nyakitin dia...”

You become the main source of his pain,” ucapnya.

“Dan satu yang perlu gue tekanin lagi, kak. Lo tuh masa lalu kak bokuto. Gue kasian banget ngeliat posisi dia sekarang,”

Akaashi menghela napas, kemudian menatap kuroo tajam tepat di manik matanya. Dibalas tatapan nyalang dari kuroo.

“Jadi please kak, kalo lo masih punya hati, biarin kak bokuto nemu kebahagiaannya sendiri,” kata akaashi.

“—dan gue yang bakal bantuin dia nemuin kebahagiaan itu.”