Jenga — Truth or Dare
Seperti yang sudah oikawa katakan pada kuroo, bahwa ia sudah mempersiapkan permainan. Jujur saja kuroo tidak tahu apa yang direncanakan oikawa. Jadilah ia hanya kembali ke penginapan bersama bokuto.
Sesampainya di penginapan, ia disambut oleh oikawa yang tiba-tiba menyeretnya masuk. Meninggalkan bokuto di teras penginapan dengan tatapan bingung. Tapi karena bokuto tidak terlalu peduli, akhirnya dia ikut masuk ke ruang itu.
Ruangan yang mereka tempati tidaklah terlalu luas, namun cukup untuk tiga orang meskipun hanya terdapat satu tempat tidur besar.
Di tengahnya, sudah ada beberapa makanan yang oikawa pesan. Jangan lupakan permainan yang tadi ia katakan.
Jenga. Truth or Dare.
Sial, kuroo jadi was-was.
“Oik.” panggil kuroo yang dijawab gumaman oleh oikawa.
“Lo gak aneh-aneh kan?”
“Apaan sih lo suudzon banget,” oikawa tertawa. “Kan dibilang kita mau seneng-seneng.”
Kuroo menghela napas, dan mengedarkan pandangannya ke ruangan itu untuk menemukan bokuto yang sedang mengisi daya ponselnya. Kemudian ia mendekati bokuto untuk mengembalikan jaket yang dipinjamkan bokuto saat di pantai tadi. Setelah itu ia kembali mendekati oikawa.
“Sini bok,” panggil oikawa.
Bokuto pun meninggalkan ponselnya dan bergabung bersama kedua orang lainnya. Akhirnya mereka bertiga duduk dengan posisi melingkari satu susunan balok yang ada di tengah mereka.
Terdapat tiga susunan balok setiap lapisannya. Setiap pemain harus memindahkan satu balok ke susunan paling atas dengan satu tangan. Pemenangnya adalah siapapun yang meletakkan balok terakhir dengan sempurna—tidak merobohkan.
Terdapat tiga jenis balok dalam permainan ini. Warna merah, biasanya memiliki posisi paling aman sehingga jika diambil kecil kemungkinannya untuk roboh. Namun warna ini mengandung 'dare' atau tantangan yang harus dipenuhi oleh pemain yang mengambil. Warna hijau, yang mana mengandung 'truth', jadi jika seseorang mengambil ini ia harus menjawab pertanyaan yang tertera dengan jujur. Dan warna netral —coklat— yang tidak tertera apapun, maka bisa dilanjutkan untuk pemain setelahnya. Jika pemain tidak mau melakukan dare atau menjawab truth, maka pemain tersebut harus mengambil satu balok lagi.
Kuroo memicingkan matanya ke arah oikawa. Ia tatap oikawa yang penuh akal bulus itu. Oikawa yang ditatap? hanya menyunggingkan senyum tidak jelas.
Dan itulah yang membuat kuroo semakin gelisah.
“Yang kalah ntar beresin piring sama bersih-bersih ya.” ucap oikawa.
“Yuk mulai. Gue dulu deh,” ucap bokuto sambil terkekeh.
Kemudian orang itu mengambil balok berwarna hijau paling bawah. Hal itu direspon kuroo dan oikawa dengan antusias. Lantas bokuto membacakan pertanyaan di balok hijau itu.
“What scares you the most?“
“Apa ya...” bokuto terlihat berpikir.
“Lo takut gak ada makanan di rumah saat lo laper kali ah,” ucap kuroo.
“Betul juga, tapi bukan itu.” sanggah yang bersangkutan.
“Ah, what scares me the most?” ulangnya, “Losing someone, kayanya.”
Hening.
“Mama gue atau kakak gue contohnya. Family first.” Ucap bokuto kemudian. Menuai tawa kikuk dari dua orang lainnya.
“Oke lanjut,”
Setelah itu, giliran kuroo. Posisi mereka yakni oikawa yang ada di sebelah kiri kuroo, dan bokuto yang ada di sebelah kanannya. Urutannya ditentukan searah jarum jam.
Kuroo mengambil balok berwarna netral.
“Anjir, cupu banget.” ucap oikawa.
“Suka-suka gue dong? abis lo mencurigakan gitu..”
“Suka main aman kuroo mah,” ucap bokuto.
Kuroo terkekeh sambil meletakkan balok yang ia ambil di lapisan atas dengan hati-hati.
Kemudian permainan dilanjutkan, giliran oikawa. Ia memasang tampang tengil.
“Nih ya adek-adek, liatin gue. Jadi orang tuh harus berani.” ucapnya sambil mengambil balok warna merah. Menuai cibiran dari dua orang lainnya.
“Apa darenya?” tanya bokuto. Oikawa tidak menjawab.
Tertulis di balok tersebut, Call your crush and tell them you like them.
Kuroo dan bokuto belum-belum sudah histeris tertawa. Mereka tahu kondisi oikawa dengan orang yang ia sukai. Oleh karena itu, tawa mereka semakin kencang.
“Gini amat ya...” ucap oikawa pasrah.
“Ayo kakak, adek-adeknya ini diajarin. Tadi katanya jadi orang harus berani.” sindir bokuto.
“Kalo gue kenapa-kenapa, tolong pas makamin gue puterin lagu kesukaan gue ya.”
“Alah lebay amat cebong, cepetan. Pake loud speaker ya.” ucap kuroo.
“Yaudah iya.”
Kemudian oikawa mengambil ponselnya, dan memanggil orang yang ia sukai selama ini, alias orang yang sudah menggantungkannya berbulan-bulan tanpa kepastian.
Terdengar tiga kali nada sambung, kemudian diangkat. Namun orang itu tidak bersuara.
“Halo? sori nih kalo ganggu..” ucap oikawa, “Gue mau ngomong—”
Beep...Beep...Beep...
Kemudian terdengar suara sambungan telpon yang diputus. Mereka menjadi hening kembali.
“ANJINGG!!!” oikawa emosi.
Kuroo dan bokuto? mereka tertawa hingga terjungkal. Tawanya meledak hingga mengisi penjuru ruangan. Melihat teman mereka yang satu ini dinistakan memberikan hiburan tersendiri.
“Puas lo ngetawain gue?” oikawa jengkel.
“Udah tau dia orangnya tuh suka seenaknya sendiri, tarik ulur gak jelas. Ini lagi ada dare ginian. Siapa sih yang ngide?”
“Kan lo sendiri yang ngide bego,” kuroo menjawab. “Makan tuh dare.”
Oikawa jengkel tapi juga ingin tertawa. Ia malu, tapi momen ini benar-benar membuatnya senang.
“Brengsek”, umpatnya. “Dah ayo lanjut lagi..”
Permainan kemudian dilanjutkan hingga sampai lapisan yang lebih atas daripada tadi. Karena oikawa ini licik, ada saja sesuatu yang direncanakan dari pemikiran —akal bulus—nya itu. Seperti sekarang ini. Semakin tinggi lapisan, makin banyak balok merah dan hijau yang menyusun lapisan itu.
Karena ketiganya larut dalam permainan, mereka tidak menyadari dan tetap melanjutkan saja. Awalnya tidak sadar, namun saat tiga lapisan berturut-turut hanya mengandung balok merah dan hijau, maka mereka menyadari jika pilihan mereka semakin sedikit.
“Jelek banget lo nyusunnya oik,” ucap bokuto sambil mengambil satu balok merah. Oikawa hanya mengedikkan bahunya.
“Say something you like and you don't like about person on your left.“
Bokuto menggaruk lehernya yang sebenarnya tidak gatal. Bagaimana bisa ia mengatakan itu kepada kuroo?
“Err...”
Kuroo juga menjadi canggung. Ia kemudian mengambil kaleng soda di depannya dan meminumnya agar tidak terlihat terlalu canggung.
“Yang gue suka dari kuroo? jujur banyak sih.”
Jantung kuroo serasa dipacu untuk bekerja dua kali. Hanya dengan ucapan itu saja, ia sudah merasa darahnya mengalir begitu deras.
Kemudian bokuto melanjutkan. “Gue suka dia yang pekerja keras, gak gampang nyerah, dan pendengar yang baik? dia selalu ada buat gue juga.” ucap bokuto.
“Kalo hal yang gak disukain?” tanya oikawa.
“Apa ya...” bokuto bingung. “Gue gak suka kalo dia udah lupa sama diri sendiri, dibilangin ngeyel, suka nyangkal padahal opini dia belum tentu bener. Udah itu sih kayaknya.”
“GUE SETUJU BANGET???” oikawa berkata sambil menunjuk-nunjuk bokuto.
“No offense ya bro, love you,” ucap bokuto sambil senyum menghadap kuroo.
Don't say you love me if you don't mean it, you idiot. Batin kuroo.
Namun kuroo menanggapinya dengan tawanya. Little did he know that bokuto was right. Dia membenarkan perkataan bokuto, karena memang itulah faktanya. “Santai..”
“Oke next, gue ya.”
Kuroo mengambil satu balok berwarna merah. Sedari tadi kuroo ini mencari aman terus. Sekalipun ia mengambil balok hijau atau merah, isinya tidak terlalu berbahaya.
Namun, hal itu dipatahkan oleh fakta satu ini. Di balok merah yang barusan ia ambil tertera satu kalimat yang membuatnya ingin berkata kasar.
Remove an item of clothing.
Yap benar. Semakin lama dare yang ada semakin liar. Oikawa memang merencanakan ini.
Sialan, oikawa. Umpat kuroo dalam hati.
“Gue cuma pake kaos satu lapis? dingin anjir. Gak mungkin gue lepas celana.”
“Yaudah sih ambil lagi aja baloknya, jangan cupu.” Ucap oikawa tak acuh.
“Iya ambil aja, daripada lo kedinginan masuk angin.” imbuh bokuto.
“Sialan lo berdua sengaja banget bikin gue kalah ya,”
Ucap kuroo saat melihat lapisan balok yang kian meninggi itu. Lapisan yang akan ia ambil terdiri dari merah dan hijau. Dan posisi dari susunan itu pun sejujurnya mulai riskan.
Akhirnya kuroo mengambil warna hijau.
What's the reason last time you cried?
Wah kalau begitu caranya sih, kuroo mending masuk angin karena kedinginan tadi. Ia malu. Tentu saja ia malu karena alasan ia terakhir kali menangis ada di satu ruangan bersamanya. Siapa lagi kalau bukan bokuto koutarou.
“Perlu gue jawab gak?”
“Perlu dong,” jawab oikawa.
Bokuto sudah ada firasat tidak enak. Ia menatap kuroo dengan harap-harap cemas.
“Oke... karena patah hati kali ya?” kuroo menjawab dengan enteng.
Kan, batin bokuto. Hati bokuto jadi sedikit nyeri mendengarnya. Ia jadi tidak tahu apa yang ingin ia katakan. Semuanya terasa tersangkut di tenggorokannya.
Rasa bersalah? tentu ada. masih sangat terasa malah. Oleh karena itu, ia hanya diam dan tidak menanggapi.
“Tapi sekarang gimana?” tanya oikawa.
“Sekarang udah biasa aja sih. Santai gue mah.” imbuhnya.
Kuroo kemudian tertawa dan mengambil makanan yang sekarang sudah tinggal sisa.
“Udah ah, lanjut.” ucap kuroo.
Sekarang giliran oikawa. “Gue ambil nih ya,” ucapnya sambil mengambil satu balok merah.
“Wew.”
“Apaan?” tanya kuroo.
Kiss the person on your right.
Oikawa tersenyum licik. Kuroo terdiam. Bokuto juga terdiam. Inilah rencana dari oikawa.
“Oik lo gak serius kan?” kuroo bertanya waspada.
“Dare-nya begitu. Sini lo..” kemudian oikawa mendekati kuroo yang masih menatapnya tidak percaya.
Dicium bokuto? oke lah kuroo masih bisa terima karena bokuto adalah orang yang ia sukai lahir batin. Tapi dicium oikawa? kuroo hilang kata-kata.
Tapi karena kuroo ini sudah tidak peduli lagi, maka dibiarkanlah oikawa melakukan hal yang ia mau.
Kuroo merasakan kedua tangan oikawa menangkup wajahnya. Hangat rasanya. Ia juga merasakan ibu jari oikawa yang mengusap pipinya pelan. Hal yang terakhir kali ia lihat adalah oikawa yang mencondongkan wajahnya mendekat.
Namun yang ia rasakan adalah kecupan di kedua pipinya, dahinya, dahinya, dan hidungnya. Ia tidak merasakan kecupan di bibirnya.
Setelah itu keduanya membuka mata.
“Wow.. gue kira mau cium bibir gue anjir.” ucap kuroo.
“Gak, lo bau kelabang.”
“Anjing!” umpat kuroo.
“Becanda, ganteng. Gue gak bakal ambil apa yang bukan buat gue kok, tenang aja.” ucap oikawa.
Keduanya kemudian tertawa. Kuroo sangat lega. Pun juga oikawa yang diam-diam memperhatikan bokuto di samping mereka.
Iya, bokuto tidak memberikan reaksi. Ia hanya diam melihat dua orang tadi.
“Bok?” panggil oikawa.
Tidak ada jawaban dari yang bersangkutan. Kuroo dan oikawa saling menatap bingung.
“Bo?” ucap kuroo sambil menyentuh lengan bokuto pelan. Menyadarkan bokuto yang seperti kehilangan akal sehatnya.
“Eh iya? Gimana?”
“Sekarang giliran lo.” ucap kuroo.
Bokuto hanya menganggukkan kepalanya. Ia merasa kehilangan akal sehat saat melihat oikawa mencium kuroo. Meskipun tidak tepat di bibir, tapi tetap saja. Ia tidak enak hati. Ia cemburu.
“Oke gue ya...”
Sekarang giliran bokuto untuk mengambil balok. Namun hal yang tidak terduga terjadi. Saat bokuto mengambil salah satu balok berwarna hijau, susunan balok yang menjulang itu roboh. Semua balok-balok pun berceceran di lantai ruangan itu.
“Woops— sorry,” bokuto meringis.
“Kalah dong gue ya?”
“Asik bersih-bersih,” oikawa mengejek bokuto yang hanya dijawab umpatan dari orang itu.
Oikawa dan kuroo tertawa. Tentu saja bokuto kalah, karena dia telah merobohkan susunan balok itu. Mereka juga bisa melihat betul semenjak kejadian tentang jawaban kuroo dan perlakuan oikawa tadi, bokuto sudah tidak bisa fokus.
Kemudian kuroo melihat balok hijau di samping bokuto yang tadi telah diambil oleh orang itu. Dan pada saat itulah kuroo bersyukur susunan balok dirobohkan oleh bokuto sehingga bokuto tidak harus menjawab pertanyaan itu.
Whom do you love the most?
Ia bersyukur, karena kuroo tidak mau patah hati untuk yang kedua kalinya jika jawaban dari bokuto bukanlah dirinya.