Jawaban
Tujuan kuroo malam ini adalah menemukan jawaban. Ia sudah bertekad bulat untuk mencoba berkata ke bokuto apa yang ia rasakan. Ia berharap dengan memberitahu sang kawan, ia akan mengetahui dengan jelas apa kemauannya sendiri.
Jadi setelah sesi ngobrol dan makan berdua di foodcourt tadi, kuroo segera mengajak bokuto berpindah tempat ke bangku taman dekat gor tempat bokuto berlatih.
Kini mereka duduk bersantai menghadap lapangan di luar gor. Ditemani cahaya remang-remang dari lampu jalanan. Semuanya di sekeliling mereka terasa sepi dan sunyi, untungnya masih ada suara klakson kendaraan yang berlalu lalang.
Suara klakson yang meredamkan suara degup jantung kuroo yang berpacu. Degup yang mendadak kencang karena adanya friksi antara lengannya dan lengan bokuto saat tidak sengaja bergesekan menyamankan posisi duduk. Atau memang degup jantung yang terpacu karena ia bersama bokuto.
“Kur,” panggil bokuto yang hanya dijawab gumaman oleh kuroo.
“Jujur lo ngapain sampe ke sini?”
“Gak papa sih, iseng aja,” kuroo berbohong.
Bokuto tertawa pelan sambil memainkan rambutnya. Ia putar posisinya hingga menghadap kuroo sepenuhnya.
“Kuroo tetsurou, gue temen lo dari kapan sih?” ucap bokuto.
“Gue tau lo bukan orang yang segabut itu sampe kebetulan lewat, terus iseng nyamperin. Mesti lo ada alasan nih..”
Kuroo dibuat bungkam lagi. Ah bokuto sialan, kenapa sih dia harus tau kebiasaan kuroo?
Akhirnya kuroo akan memulai aksinya, setelah dari tadi meragu.
“Bok gue—” “Shit! gue hampir lupa,”
Ucap keduanya bersamaan.
Kuroo yang dibuat bingung bokuto. Dan bokuto yang malah melirik jam tangannya. Keduanya menjadi diam.
“Lo duluan, mau ngomong apa tadi?” tanya bokuto.
“Gak, lo duluan aja..”
Belum-belum hati kuroo mencelos. Perasaannya tidak enak sama sekali.
“Yaudah,”
Akhirnya bokuto mengalah dan mengatakan hal yang akan ia katakan tadi. Ia tatap bokuto, dilihatnya mata bokuto tertuju ke arah jam tujuh kuroo.
“Sorry banget nih kur, tapi gue lupa ada janji jam delapan.”
“Lah, janji apaan? ini kan masih jam delapan kurang...”
“Iya sih, tapi orang yang janjian sama gue udah jemput tuh..”
Bokuto berucap sambil melirik ke arah jam tujuh kuroo. Kuroo mau tak mau menolehkan kepalanya ke arah belakang dan menemukan seseorang berjalan pelan ke arah mereka. Meskipun masih jauh, orang itu masih bisa terlihat dengan jelas.
Seseorang dengan tas selempang dan kacamata yang khas. Seseorang yang kuroo ingat perawakannya dengan jelas. Seseorang yang akhir-akhir ini membuat kuroo mencak-mencak dan menjadi bringas.
Siapa lagi, kalau bukan akaashi keiji.
Pikirannya buyar, pecah habis-habisan. Matanya berair. Ia pikir baru saja takdir memihaknya tadi, namun apa-apaan ini? Hatinya serasa dipermainkan. Perasaannya tercampur aduk. Ia tidak menyangka kalau di saat-saat seperti ini pun, takdir tidak memihaknya.
“Lo tadi mau ngomong apa?”
Bagaimana mungkin kuroo ingin memastikan perasaannya kalau kondisinya seperti ini?
“Gak jadi,”
“Lah..”
“Besok aja kapan-kapan,”
“Bener?”
“Iya...”
Kuroo sudah mati-matian menahan dirinya agar tidak mengekspresikan kesedihannya.
Karena respon kuroo yang begitu, bokuto jadi tidak enak hati ingin meninggalkan kuroo. Jadi ia tawarkan ke kuroo untuk ikut pergi bersamanya dan akaashi.
Bokuto tahu kok kalau kuroo dan akaashi sedang ada konflik, tahu persis malah. Dan karena hal itu lah, bokuto mengajak kuroo ikut bersamanya. Bokuto ingin menengahi mereka dan segala permasalahan yang ada.
Namun bagi kuroo, semua itu malah memperumit keadaan. Hubungan dengan akaashi yang sedang panas-panasnya pun semakin tidak karuan.
Oleh karena itu, ditolak lah tawaran bokuto.
“Gue balik aja,”
Ia juga menyuruh bokuto agar menghampiri akaashi, agar mereka tidak diharuskan bertemu di satu titik. Ia tidak sanggup.
“Sorry ya bok, gue jadi ganggu acara ngedate lo,”
“Ngedate apaan, orang baru janjian tadi...”
Kuroo menatap bokuto sendu.
“Abis lo ngechat gak jelas tadi, akaashi ngechat gue minta ditemenin nugas. Makanya gue langsung mandi di gor,”
Ah, itu alasan bokuto merapikan diri. Jadi karena ia ada janji dengan akaashi, bukan karena ia diberitahu temannya kalau kuroo menunggunya.
“Gue kira lo cuma tanya gak jelas.. taunya lo ke sini beneran,”
“Coba aja lo bilang duluan, kan jadinya gue sama lo...”
Rentetan kalimat yang diucapkan bokuto itu benar-benar menohok hatinya. Dua hingga tiga kalimat yang mampu merepresentasikan semua kejadian yang mereka alami.
Kuroo dengan ketidak jelasannya. Yang sayangnya tidak peka dengan keadaan mereka sebelum ini. Yang tidak menyadari perasaannya sendiri. Dan yang tidak mau berkomunikasi secara intens dengan bokuto.
Padahal kalau dipikir-pikir, bokuto sudah menyiapkan diri dari dulu. Tapi kuroo membuang kesempatan berharga itu. Kini ia hanya bisa melihat bokuto pergi, berpaling darinya.
“Gue pergi ya?”
Tak kunjung mendapat jawaban dari kuroo, akhirnya bokuto berpamitan.
Namun sebelum beranjak, bokuto melepaskan jaket yang ia kenakan. Ia pakaikan jaket itu ke tubuh kuroo yang hanya memakai baju satu lapis.
“Biar lo gak dingin,” ucap bokuto setelah itu, “—hati-hati pulangnya,” lanjutnya.
Ia tepuk pundak kuroo, kemudian berjalan menjauhinya.
Kuroo terdiam. Lidahnya kelu. Matanya yang panas itu mengikuti arah jalan bokuto, menghampiri akaashi yang menunggunya. Samar-samar, kuroo bisa melihat akaashi menatapnya.
Menatapnya, kemudian menyunggingkan senyum kemenangan.
Ah, kuroo sudah kalah. Kalah telak.
Bahkan saat akaashi tidak bermaksud melakukan apapun, akaashi sudah menang kali ini.
Napasnya memberat. Dadanya sakit tiada ampun.
Dadanya terasa sakit saat ia melihat dua punggung yang menjauhi dirinya. Dan rasa sakit itu semakin menjadi-jadi saat melihat bokuto tertawa bersama dengan akaashi. Tawa dengan senyuman yang terpampang jelas hingga bisa ia lihat dari jarak yang cukup jauh.
Semakin lama ia lihat dua punggung yang mengecil itu, matanya semakin panas. Dadanya semakin bergemuruh. Ia merasa dirinya seolah-olah akan terjatuh.
Tanpa ia sadari, air matanya sudah mengalir membasahi pipinya. Ia menahan isakannya. Memukul-mukul dadanya, berharap bahwa rasa sakit itu segera menghilang.
Dan saat itu, dengan segera ia menyadari. Ia sudah mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Jawaban dari pertanyaan yang beberapa waktu lalu mengusik pikirannya.
Jadi dengan terburu-buru ia menelpon oikawa.
“Wik, tolong ke gor FIK sekarang..” ucap kuroo saat panggilannya tersambung.
Oikawa yang mengangkat panggilan kuroo pun dibuat panik lataran suara kuroo yang sumbang dan pecah.
“Gue udah dapet jawaban..”
Malam itu, kuroo yang berniat menemui bokuto untuk mencari jawaban pun mendapatkan apa yang ia mau. Ia dapatkan dua jawaban sekaligus dalam satu waktu.
Pertama, ia menyadari bahwa perasaannya terhadap bokuto memang benar adanya. Ia benar-benar menyukai bokuto. Baik itu perlakuannya, perawakannya, maupun semuanya.
Intinya, ia jatuh cinta pada bokuto.
Dan kini ia yakin bahwa hatinya benar-benar tertuju pada satu orang itu.
Kedua, kuroo menyadari bahwa ini adalah patah hati terhebatnya.