Happiness


Seperti yang telah dijanjikan sebelumnya, alisa datang ke kos kuroo. Sudah beberapa hari hubungan keduanya renggang. Baik itu karena kuroo maupun karena alisa. Alisa yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya di laboratorium hingga tak terlalu mengerti kondisi kuroo. Dan kuroo yang hingga sekarang masih uring-uringan tidak jelas tanpa tahu penyebabnya.

Kuroo kerap bertanya ke dirinya sendiri, mengapa dia bertingkah seperti itu saat ia merasa semuanya baik-baik saja. Surprisingly, everything goes well. Dan di situlah yang membuat kuroo bingung, semuanya berjalan lancar saat ia sendiri masih merasa ada yang mengganjal.

Urusan dengan bokuto lancar, walaupun ada beberapa hal yang aneh dan sempat ceritakan ke oikawa tadi siang. Hubungannya dengan alisa pun masih berjalan, yah walaupun tidak bisa dikatakan lancar.

“Kamu udah mendingan?,”

Kuroo menatap alisa sambil tersenyum kecil, “Iya udah kok. Aku cuma capek sama kerjaan aja kayanya,”

“Iya. Coba kamu sering main deh, refreshing gitu..” Ucap alisa, “Tapi maaf yaa, aku sekarang waktu senggang terbatas banget jadi jarang bisa main sama kamu. Lagi ngejar deadline aku..” lanjutnya.

“Aku mau minta maaf juga karena aku dari kemarin gak bisa nemenin kamu..” Kata alisa lagi.

“Gak apa kak. Aku main kok sama bokuto..”

Alisa terdiam. Bokuto lagi, batinnya.

“Kamu tuh sama bokuto deket banget ya, kaya sodara...”

“Dia temen paling deket sih, dari dulu ke mana-mana bareng, jadi ya gitu,”

“Seru ya bokuto..”

“Iya kak. Serius temenan sama dia tuh banyak isinya ketawa mulu, kaya aku dibikin ketawa terus sama tingkahnya yang ajaib..”

“Udah pernah aku ceritain yang aku nungguin dia sampe isya gara-gara dia mainan bola sama anak kecil kan?” tanya kuroo yang dijawab anggukan oleh alisa.

“Nah itu kejadian lagi tau kak. Waktu itu kita beli ketoprak di deket kampus, ketoprak dibikin lima belas menit doang nih tapi bokuto ngobrolnya dua jam sama penjualnya... sampe aku selesai makan, ketoprak dia masih utuh. Abis aku tegur, eh masih dilanjutin ngobrolnya..” Kuroo tertawa sendiri.

Memang begitulah rasanya menjadi teman bokuto.

Kuroo juga bercerita, pernah suatu bokuto menjemput kuroo di kampusnya waktu siang hari untuk makan siang bersama, kebetulan waktu itu bokuto sedang jam kosong. Karena terlalu sering menjemput kuroo di kampusnya, beberapa pekerja di kampus kuroo pun mengenal bokuto. Tak jarang bokuto menyapa seseorang di kampusnya, seperti satpam, petugas kebersihan, tukang kebun, bahkan ibu-ibu kantin juga. Entah bagaimana bokuto bisa mengenal mereka padahal kuroo sendiri tidak kenal.

“Bokuto mah semuanya aja dijadiin temen. Lama-lama dekan kita juga jadi temennya kali ya...” canda kuroo.

“Tapi temenan sama dia tuh juga nahan malu banget kak,” kuroo melanjutkan ceritanya. Alisa masih diam menyimaknya.

“Pernah waktu itu aku sama dia antre tiket nonton kan, terus ada anak kecil tiba-tiba motong antrean di depan kami. Nah, terus dia negur itu anak kecil, dibilang suruh antre dari belakang. Iya sih niat dia bagus, ngajarin anak kecil buat teratur. Tapi abis dibilangin sama bokuto, tu anak kecil nemplok ke ibu-ibu yang antrian di depan kami...”

“Alias ternyata itu anaknya...” Kuroo tertawa lepas. “Ibunya langsung ngeliatin sambil ngedumel. Bokuto kicep seketika sambil ngeliatin aku, aku sih pura-pura gak liat apapun. Sumpah, malunya gak ketolong...”

“Sama tadi malem tuh dia senyum ke barista tempat dia biasanya nongkrong, gak jelas banget...”

Kuroo bercerita menggebu-nggebu tentang bokuto. Dan hal itu membuat alisa diam. Melihat alisa diam, kuroo menghentikan ceritanya. Air muka alisa pun berubah.

“Udah ceritanya?” tanya alisa.

“Kamu tuh didatengin malah ngomongin orang lain yang bahkan gak ada di sini...”

Shit, kuroo bahkan tidak menyadari itu.

Sorry...

“Kamu kemarin uring-uringan dan diajak keluar susah. Giliran diajak bokuto aja langsung mau, mana pake bohong ke aku lagi. Jujur aku kesel banget waktu itu...” ucap alisa.

Ya siapa yang tidak kesal?

Posisi alisa jadwal kosongnya terbatas, dan sekalinya bisa bertemu kuroo, pacarnya itu malah berbohong dan menghabiskan waktu dengan orang lain. Hal itu tentu membuat alisa kecewa.

Dan pada saat itu kuroo malah menghindari pembicaraan. Jadi di sinilah alisa, berusaha untuk membicarakan hal ini dengan pacarnya. Ditambah kini kuroo yang membicarakan bokuto tanpa henti.

“Tentang itu, aku minta maaf banget kak.” ucap kuroo.

“Tetsu, coba jawab jujur. Kalo disuruh milih, kamu milih pergi sama aku sebagai pacarmu atau bokuto?”

“Jangan tanya gitu dong kak,” sanggah kuroo, “Mana bisa aku milih..”

“Aku akhir-akhir ini sering main sama bokuto juga karena kan abis baikan,”

“Baikan? Kalian ada masalah sebelumnya?”

Sial, kuroo keceplosan.

Iya, semua yang terjadi antara ia dan bokuto sebelum-sebelum ini tidak ia ceritakan ke alisa. Ia memendam semuanya sendiri, yah walaupun diceritakan ke oikawa juga. Tapi tak terbesit sedikitpun di pikirannya untuk memberitahu pacarnya sendiri. Ia tidak mau semuanya menjadi lebih rumit.

“Ah, jadi itu yang bikin kamu uring-uringan dari kemarin..” Alisa menuduh dengan nada tajam, “Tetsu, ada yang mau kamu ceritain?” tuntutnya.

Tapi yang namanya bangkai, mau sepintar apapun menutupi pasti akan tercium baunya. Sepintar apapun kuroo menyembunyikan, nantinya alisa juga pasti akan tahu. Jadi kuroo mau tak mau pun akan menceritakan hal ini pada alisa sekarang juga.

I'm sorry...

Akhirnya semua rahasia yang kuroo simpan baik-baik pun ia bongkar satu persatu. Ia beritahukan semuanya kepada alisa. Mulai dari awal sekali. Dari alisa yang mulai meminta dikenalkan dengan bokuto, dan ini membuat alisa sedikit mencelos.

Dilanjutkan dengan bokuto yang menolaknya dan akhirnya alisa 'dioper' ke kuroo. Kuroo sendiri menjelaskan bahwa dia memang dari awal menyukai alisa, lebih tepatnya mengagumi. Jadi saat kuroo melihat peluang, ia tidak akan menyia-nyiakannya. Kemudian mulai saat dia mengajak alisa untuk menjadi kekasihnya dan disetujui, semuanya menjadi runyam antara bokuto dan kuroo. Semua ia ceritakan secara detail. Dari awal sekali hingga akhir, di mana sekarang ia sudah berbaikan dengan bokuto.

Dan hal yang paling membuat alisa merasa terbodohi adalah tentang bokuto yang menyatakan perasaannya kepada kuroo. Hal ini membuat alisa terguncang bukan main. Ia merasa dibodohi habis-habisan, namun di lain sisi ia juga merasa bahwa kehadirannya sendiri lah yang membuat kuroo dan bokuto memiliki permasalahan seperti itu.

Semua cerita yang kuroo beritahu membuat dirinya tidak habis pikir. Bahkan sekarang ia bingung harus bersikap bagaimana. Kecewa? tentu. Sebenarnya di posisi ini, alisa berhak marah. Dan benar saja, alisa merasa marah, kecewa, dan tidak habis pikir bercampur menjadi satu.

Pertama, karena kuroo baru menceritakan itu sekarang. Bahkan sepertinya kuroo terpaksa menceritakan karena ia tadi keceplosan. Ia berpikir jika hal sebesar ini wajar jika diceritakan dengan pasangan sendiri. Tapi lain hal kalau salah satunya ingin menutupi. Benar kan?

Alasan kedua, karena alisa merasa tidak dianggap sebagai pacar yang bisa diandalkan saat kuroo ada di kondisi terburuk. Contohnya waktu kuroo uring-uringan kemarin. Bahkan kuroo cenderung menghindarinya. Ia jadi merasa bahwa ia ini bukan pain relief, tapi malah jadi beban.

Alasan ketiga, karena ia menyadari kalau kini ia bukan prioritas kuroo. Sejujurnya alisa sudah mulai merasakan hal ini sejak kuroo sering menceritakan bokuto lewat pesannya, tapi pada saat itu ia tidak terlalu menghiraukan. Dan pada saat ini, efeknya semakin menjadi-jadi dan membuat alisa tak berpikir dua kali lagi.

Dan di sinilah alisa, diam tak tahu harus bagaimana menanggapi kuroo. Ia masih seperti orang yang hilang kesadaran. Bahkan tidak sadar kalau air matanya sudah lolos di pipinya. Matanya sedikit memanas.


Setelah bercerita panjang lebar, tak sepatah katapun keluar dari bibir alisa. Yang ada hanyalah alisa yang diam dan mengusap matanya sedikit kasar.

Kuroo kini merasa menjadi bajingan seutuhnya.

Berulang kali ia ucapkan maaf sambil menunduk, tidak berani melihat alisa. Bahkan mengintip dari ekor matanya pun ia tidak berani. Ia tak berani menatap ekspresi kecewa alisa yang terpampang nyata di depannya.

“Tetsu...” panggil alisa yang membuat kuroo mendongakkan wajahnya.

Alisa berjalan mendekati kuroo, yang mana membuat kuroo bingung bukan main. Kalaupun alisa ingin menamparnya, ia sudah mempersiapkan diri. Ia merasa bahwa pantas menerima itu.

Namun bukannya tamparan, alisa malah menarik salah satu tangan kuroo. Ia arahkan tangan itu ke arah pipinya sendiri. Mencium telapak tangan kuroo dengan bibirnya yang ranum. Lalu ia tatap kuroo dengan matanya yang sembab itu.

Kemudian ia ulurkan tangannya menyentuh dada kuroo, bertepatan di jantung kuroo. Dan yang ia rasakan bukanlah degup jantung yang menggebu saat bersentuhan dengan orang yang dicintai.

It looks like i'm not your happiness right now, tetsu. Not anymore...” ucap alisa getir.

Kuroo mendengar itu langsung menarik tangannya dari alisa dan beralih menggenggam salah satu telapak tangan wanita di depannya.

“Kamu apaan sih, kok bisa ngomong gitu?”

“Sekarang aku paham, tetsu. Alasan kamu kemarin uring-uringan dan ngehindarin aku..” kata alisa,

“Awalnya aku mikir itu karena aku terlalu gak perhatian sama kamu..” Alisa menarik napasnya gusar, lalu menghembuskannya perlahan.

“Ternyata itu bukan cuma karena aku,”

It's not about me. It's all about you...

Alisa berkata demikian. Tentu alisa tak mau menyalahkan bokuto juga, karena ia tahu sekarang bokuto sudah menjaga perasaannya demi pertemannya dengan kuroo dan hubungan kuroo dengan alisa. Ia bahkan sangat menghargai itu, meskipun pada kenyataannya ia sangat takut tanpa alasan. Namun kini semuanya telah terjawab, bahwa alasan itu semua adalah kuroo sendiri.

“Kamu cerita sendiri. Everything was fine, sampe kamu coba-coba, terus semua yang kejadian antara kamu sama bokuto. Dan berakhir sekarang kamu yang ada di tahap ini...”

Babe no—”

“Biar aku lanjut ngomong dulu,” potong alisa.

“Sadar gak sadar, pikiran sama perasaan kamu sekarang udah diambil alih sama orang lain. Mungkin masih ada aku di sana, tapi aku cuma sebagian kecil..”

“Dan sekarang, raga kamu di sini sama aku tapi bisa jadi hati sama pikiran kamu ada di tempat lain...”

“Kak, kita ketemuan bukan buat bahas ini please.”

“Enggak tetsu, aku emang mau bahas ini. Awalnya aku yakin itu spekulasiku aja. Ditambah aku yang akhir-akhir ini gak sempet meluangkan waktu buat kamu. Makanya aku ke sini, dan saat aku tau semuanya, aku yakin memang itu faktanya,”

Kuroo meresapi tiap kalimat yang dikatakan alisa. Memang benar adanya kalau akhir-akhir ini pikirannya terpusat pada satu orang. Bahkan bau orang itu masih ia ingat dengan jelas dan dengan lancangnya terpatri di pikirannya. Tapi yang namanya kuroo tetsurou tetap saja berpegang teguh dengan pikirannya yang bebal itu.

“Kak, itu gak bener...” ucap kuroo, “It's only you

“Tetsu, kamu mungkin bisa ngebohongin aku. Tapi kamu gak bisa ngebohongin diri sendiri,”

Alisa melepaskan tangan kuroo yang menggenggam tangannya. Kemudian ia genggam satu tangan kuroo yang mendingin dengan kedua tangannya. Mengusapnya pelan sambil berkata,

“Menurut kamu kita masih bisa lanjut gak?” tanya alisa.

I think we can't go further.” lanjutnya.

Hati kuroo sedikit mencelos. Ia tak mengira akan sebegini cepatnya alisa memutuskan.

“Enggak kak. Please, kita masih bisa..” ucap kuroo.

Kuroo awalnya menyangkal habis-habisan perkataan alisa. Ia berpikir bahwa waktu mereka pacaran belum terlalu lama, bahkan bisa bisa dibilang masih seumur jagung. Memang kuroo tidak antusias seperti dulu waktu masa pdkt atau waktu awal pacaran dengan alisa. Namun menurutnya itu bukan alasan yang tepat untuk mengakhiri hubungan ini.

Kalaupun kuroo ditanya, apakah ia masih menyayangi alisa, mungkin jawabannya adalah ya, ia masih menyayanginya. Namun ia tidak sadar bahwa rasa sayang yang ia miliki kini terasa pudar perlahan, entah bagaimana rasa itu kini tertutupi dengan perasaan aneh yang akhir-akhir ini membuatnya isi pikirannya tercampur aduk.

“Tetsu, listen to me..

“Aku gak mau ngebuang waktu kamu. Selain itu, aku sendiri sekarang juga lagi gak available buat kamu karena ada hal lain yang jadi prioritas aku,”

“Saat kamu disuruh milih pun kamu bingung. Aku nggak mau kamu bohong ke diri sendiri, tetsu. Kalau kamu belum tahu siapa yang harus kamu pertahankan, jawabannya itu bukan aku..”

“Jadi, tetsu.. gimana kalo kita sampe sini aja?”